Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2025

Kekuasaan dalam Bayang-Bayang Hukum: Antara Hukum dan Kemanusiaan

  Basri, S.H.,M.Hum Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang Pendahuluan Kekuasaan, hukum, dan kemanusiaan adalah tiga konsep yang sering kali berinteraksi secara dinamis dalam kehidupan bernegara. Kekuasaan dibutuhkan untuk menegakkan hukum, hukum dibentuk untuk membatasi kekuasaan, dan semuanya seharusnya berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan. Namun, kenyataannya tidak selalu ideal. Dalam banyak kasus, kekuasaan justru menunggangi hukum, menjauh dari prinsip keadilan dan nilai kemanusiaan. Artikel ini membahas bagaimana kekuasaan berada dalam bayang-bayang hukum, atau sebaliknya, dan bagaimana hubungan ini berdampak pada upaya menegakkan keadilan yang berlandaskan kemanusiaan. Kekuasaan dan Hukum: Hubungan yang Ambigu Kekuasaan dalam konteks politik dan pemerintahan merupakan kemampuan untuk membuat dan menegakkan keputusan yang mengikat. Menurut Foucault (1977), kekuasaan tidak hanya beroperasi secara represif, tetapi juga produkt...

Mengapa Masyarakat Tak Percaya Hukum? Refleksi atas Ketimpangan Akses Keadilan

Oleh: Ahmad Basri Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang Pendahuluan Kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum merupakan pilar penting dalam negara demokratis yang menjunjung prinsip negara hukum (rechtstaat) . Namun di Indonesia, kepercayaan tersebut terus tergerus. Hukum dianggap tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Banyak warga yang memilih untuk “menyelesaikan sendiri” persoalannya karena menganggap hukum formal hanya berpihak pada yang kuat dan berpunya. Mengapa ini terjadi? Artikel ini mengupas akar dari krisis kepercayaan masyarakat terhadap hukum , dengan fokus pada ketimpangan akses keadilan , serta memberikan contoh konkret dan solusi. Ketimpangan Akses Keadilan: Realitas di Lapangan 1. Birokrasi Hukum yang Mahal dan Rumit Prosedur hukum yang panjang, biaya administrasi yang mahal, serta kebutuhan akan jasa hukum membuat rakyat kecil kesulitan mengakses keadilan. Menurut data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta , lebih dari ...

Hukum dalam Krisis Etika: Mengapa Banyak Penegak Hukum Tak Lagi Jadi Penjaga Keadilan?

  Oleh: Ahmad Basri Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang Pendahuluan Negara hukum menjadikan penegak hukum sebagai aktor utama dalam memastikan nilai-nilai keadilan dijalankan secara adil dan bermartabat. Namun, dalam kenyataan empiris Indonesia, kita kerap menyaksikan ironi: penegak hukum justru menjadi bagian dari pelanggaran hukum itu sendiri. Aparat kepolisian, jaksa, hingga hakim, yang seharusnya menjadi pilar keadilan, terjerat praktik korupsi, kolusi, penyalahgunaan wewenang, bahkan menjadi pelaku kekerasan. Situasi ini menunjukkan bahwa krisis hukum bukan hanya soal aturan yang lemah, tapi juga krisis etika , yakni melemahnya kesadaran moral dan tanggung jawab profesi. Lalu, mengapa banyak penegak hukum tidak lagi menjadi penjaga keadilan? Krisis Etika dalam Lembaga Penegak Hukum 1. Penyalahgunaan Wewenang oleh Penegak Hukum Salah satu wajah nyata krisis etika adalah penyalahgunaan kewenangan ...

Politik Hukum yang Salah Arah: Ketika Undang-Undang Lebih Menguntungkan Kekuasaan Daripada Rakyat

Oleh: Ahmad Basri. Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang Pendahuluan Politik hukum seharusnya menjadi panduan arah bagi pembentukan hukum nasional yang berpihak kepada keadilan, kesejahteraan, dan kedaulatan rakyat. Namun dalam praktiknya, politik hukum di Indonesia seringkali melenceng dari semangat konstitusi. Banyak produk legislasi justru terindikasi lebih berpihak kepada kepentingan kekuasaan dan oligarki ekonomi ketimbang memenuhi aspirasi rakyat. Pertanyaannya: mengapa politik hukum kita sering kali salah arah, dan siapa yang sebenarnya diuntungkan oleh undang-undang yang dihasilkan? Politik Hukum: Definisi dan Fungsi Ideal Menurut Mahfud MD , politik hukum adalah “legal policy” atau arah kebijakan yang diambil negara melalui lembaga yang berwenang dalam pembentukan hukum untuk mencapai tujuan bernegara. Dalam konteks negara demokratis, politik hukum seharusnya mencerminkan: Keadilan substantif Perlindungan terhadap hak asasi m...

Dekolonisasi Hukum Indonesia: Mengapa Kita Masih Terjebak dalam Warisan Kolonial?

Oleh: Ahmad Basri Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang Pendahuluan Indonesia telah merdeka selama lebih dari tujuh dekade. Namun, dalam bidang hukum, jejak kolonialisme masih kental terasa. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hingga baru- baru ini, masih merujuk pada Wetboek van Strafrecht (WvS) peninggalan Belanda tahun 1918. Meski telah digantikan dengan KUHP Nasional pada 2022, substansi dan paradigma hukum kolonial belum sepenuhnya lepas. Pertanyaannya: Mengapa proses dekolonisasi hukum di Indonesia berjalan lamban dan penuh hambatan? Apa Itu Dekolonisasi Hukum? Dekolonisasi hukum adalah proses merekonstruksi sistem hukum nasional agar bebas dari dominasi nilai, struktur, dan paradigma hukum kolonial yang tidak sesuai dengan nilai-nilai lokal, keadilan sosial, dan prinsip kedaulatan bangsa. Menurut Boaventura de Sousa Santos (2002), dekolonisasi tidak hanya berarti menghapus hukum asing, tetapi juga “membebaskan cara kita be...

Legalitas vs Legitimasi: Ketika Putusan Hukum Kehilangan Rasa Keadilan

Oleh: Ahmad Basri Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang Pendahuluan Putusan hukum adalah puncak dari suatu proses peradilan. Dalam negara hukum, putusan tersebut dianggap sah jika telah memenuhi unsur legalitas, yakni sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. Namun, sah secara hukum belum tentu dirasa adil oleh masyarakat. Di sinilah muncul ketegangan antara legalitas dan legitimasi . Ketika putusan hukum tidak lagi menyuarakan nilai-nilai keadilan, maka yang timbul adalah krisis kepercayaan publik terhadap sistem peradilan itu sendiri. Membedakan Legalitas dan Legitimasi Secara konseptual: Legalitas adalah kesesuaian suatu tindakan atau putusan dengan norma dan prosedur hukum yang berlaku. Legalitas menekankan aspek formal. Legitimasi , sebaliknya, merujuk pada penerimaan sosial terhadap suatu tindakan atau putusan. Ia bersandar pada keadilan moral, nilai masyarakat, dan rasa kebenaran. Seperti dikemukakan oleh Lon L. Fuller dalam T...

Ketika Hukum Dibajak Kepentingan: Menelusuri Jejak Intervensi Politik dalam Penegakan Hukum

Oleh: Ahmad Basri Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang Pendahuluan Dalam negara hukum ( rechtstaat ), hukum seharusnya menjadi panglima tertinggi yang mengatur seluruh aspek kehidupan bernegara. Namun, realitas di banyak negara, termasuk Indonesia, menunjukkan fenomena sebaliknya. Penegakan hukum sering kali tidak steril dari intervensi politik. Hukum dijalankan bukan atas dasar keadilan, melainkan kepentingan kekuasaan. Akibatnya, hukum menjadi alat legitimasi kekuasaan, bukan pelindung hak rakyat. Hukum dan Kekuasaan: Sebuah Ketegangan Abadi Konsep klasik Montesquieu mengenai separation of powers memberikan landasan penting bagi independensi kekuasaan yudikatif. Namun, dalam praktiknya, pemisahan tersebut kerap kabur. Intervensi kekuasaan eksekutif terhadap aparat penegak hukum merupakan indikasi kuat dari lemahnya independensi hukum. Menurut Satjipto Rahardjo, hukum tidak berada dalam ruang hampa, melainkan selalu terkait dengan d...

Eksistensi Norma Hukum di antara Norma-Norma Lain dalam Hubungan Kemanusiaan

Oleh: Ahmad Basri Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang Pendahuluan Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam masyarakat dan saling berinteraksi dalam hubungan kemanusiaan. Untuk menjaga keteraturan dalam interaksi tersebut, masyarakat mengenal berbagai norma sebagai pedoman perilaku. Di antara norma-norma itu, norma hukum memiliki posisi yang unik dan strategis karena sifatnya yang memaksa dan mengikat secara formal. Namun, norma hukum tidak berdiri sendiri; ia hadir di tengah norma-norma lain seperti norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Pertanyaannya: bagaimana eksistensi norma hukum di antara norma-norma tersebut dalam mengatur hubungan kemanusiaan? Ragam Norma dalam Masyarakat Dalam tatanan sosial, dikenal empat jenis norma utama: Norma Agama Berasal dari wahyu Tuhan dan mengikat umat beragama. Norma ini bersifat mutlak dan abadi karena dipercaya sebagai kebenaran ilahi. Contohnya: lar...