Ketika Aparat Gagal Paham Hukum: Ancaman bagi Kepastian, Keadilan, dan Kemanfaatan

Oleh Basri, S.H.,M.Hum 
Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Pendahuluan

Dalam sistem hukum yang ideal, aparat penegak hukum seharusnya menjadi pelaksana utama dari prinsip-prinsip keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Namun, dalam praktiknya, tidak jarang aparat justru menjadi aktor yang mengaburkan prinsip-prinsip tersebut, terutama ketika mereka menunjukkan ketidakpahaman terhadap hukum yang berlaku. Ketidakpahaman ini bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan bisa berdampak luas terhadap kualitas penegakan hukum di Indonesia.

Ketidakpahaman Hukum: Gejala yang Mengkhawatirkan

Ketika seorang aparat tidak memahami substansi, semangat, dan prosedur hukum secara utuh, maka berbagai tindakan dapat menyimpang dari asas legalitas. Contohnya, penahanan tanpa alasan hukum yang kuat, penggunaan pasal secara keliru, atau kesalahan administratif dalam penanganan kasus.

Hal ini terjadi karena beberapa faktor, antara lain:

  1. Minimnya pendidikan hukum lanjutan atau pelatihan reguler.
  2. Budaya birokrasi yang hanya mengandalkan senioritas tanpa penguatan kapasitas.
  3. Ketergantungan pada tafsir sepihak tanpa konsultasi akademik atau yurisprudensi.
  4. Ancaman terhadap Kepastian Hukum

Kepastian hukum menuntut bahwa aturan diterapkan secara konsisten, dapat diprediksi, dan bebas dari kesewenang-wenangan. Namun ketika aparat tidak memahami atau mengabaikan hukum:

  1. Penanganan perkara menjadi berbeda untuk kasus yang serupa.
  2. Masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap proses hukum.
  3. Hukum menjadi tidak lagi mengikat secara objektif, tetapi ditentukan oleh persepsi subyektif aparat.

Menggerus Keadilan

Ketidakpahaman aparat bisa menyebabkan ketidakadilan, terutama bagi pihak-pihak yang lemah secara sosial, ekonomi, atau politik. Dalam banyak kasus, hak-hak tersangka dilanggar karena aparat tidak memahami batasan prosedural, atau korban tidak dilindungi karena kurangnya pengetahuan aparat terhadap hukum acara.

Seperti dinyatakan oleh Gustav Radbruch, "hukum tanpa keadilan hanyalah kekuasaan belaka." Maka ketidakpahaman aparat adalah ancaman nyata terhadap esensi hukum sebagai sarana perlindungan dan keadilan.

Menghambat Kemanfaatan Hukum

Hukum yang baik seharusnya membawa manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Namun bila diterapkan secara salah, hukum justru bisa menjadi alat represi dan sumber penderitaan.

Contoh konkret dapat dilihat dari proses penegakan hukum yang memakan waktu lama karena prosedur diulang akibat kesalahan formal; atau pada tataran substansi, pasal-pasal yang mestinya tidak relevan dipaksakan, sehingga mengorbankan kepentingan publik.

Menuju Penegakan Hukum yang Profesional dan Berbasis Ilmu

Solusi terhadap permasalahan ini harus bersifat sistemik dan berkelanjutan:

  1. Pendidikan dan pelatihan hukum berbasis kasus riil dan perkembangan hukum terkini.
  2. Audit kinerja dan supervisi berkelanjutan terhadap aparat.
  3. Kolaborasi antara institusi penegak hukum dan akademisi hukum.
  4. Penegakan etika profesi secara konsisten dan transparan.

Penutup

Ketidakpahaman aparat terhadap hukum adalah penyakit laten dalam sistem penegakan hukum Indonesia. Bila dibiarkan, maka kepastian hukum akan pudar, keadilan akan terdistorsi, dan kemanfaatan hukum tidak tercapai. Oleh karena itu, penegakan hukum harus dikembalikan pada akarnya: pemahaman yang benar, menyeluruh, dan jujur terhadap hukum itu sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepastian Hukum: Pilar Stabilitas dalam Negara Hukum

Dekolonisasi Hukum Indonesia: Mengapa Kita Masih Terjebak dalam Warisan Kolonial?

Ketika Hukum Dibajak Kepentingan: Menelusuri Jejak Intervensi Politik dalam Penegakan Hukum