Hilangnya Nilai-Nilai Pancasila dalam Rasa Penegakan Hukum, Melahirkan Ketidakadilan

Oleh: Ahmad Basri
Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhamamadiyah Magelang

Pendahuluan

Pancasila sebagai dasar negara sekaligus jiwa bangsa Indonesia seharusnya menjadi landasan utama dalam setiap aspek kehidupan bernegara, termasuk dalam penegakan hukum. Namun dalam kenyataan, praktik hukum sering kali kehilangan sentuhan nilai-nilai Pancasila, terutama keadilan, kemanusiaan, dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan. Akibatnya, hukum tak lagi dirasakan sebagai alat keadilan, melainkan instrumen kekuasaan yang membungkam nilai luhur dan nurani sosial.

Pancasila sebagai Jiwa Penegakan Hukum

Penegakan hukum dalam negara Pancasila seharusnya merefleksikan nilai-nilai:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa: Penegak hukum memiliki tanggung jawab moral dan spiritual dalam menegakkan keadilan.
  2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Proses hukum harus menjunjung tinggi martabat manusia dan memperhatikan hak asasi.
  3. Persatuan Indonesia: Hukum tidak boleh memecah belah bangsa, apalagi dijadikan alat politik untuk menyerang pihak tertentu.
  4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan: Hukum harus lahir dari kebijakan bersama, bukan kehendak sepihak penguasa.
  5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Keadilan adalah tujuan akhir hukum. Bila hukum tidak adil, maka ia telah kehilangan esensinya.

Sayangnya, banyak praktik penegakan hukum hari ini menunjukkan deviasi serius dari kelima sila tersebut.

Fakta Ketimpangan dalam Penegakan Hukum

Berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch dan berbagai hasil survei kepercayaan publik, berikut adalah realitas yang menunjukkan hilangnya nilai-nilai Pancasila dalam hukum:

  • Tajam ke bawah, tumpul ke atas: Hukum mudah menjerat masyarakat kecil, namun lemah terhadap elite dan penguasa.
  • Ketidaksetaraan akses keadilan: Warga miskin sering kesulitan membayar pengacara, biaya perkara, hingga menghadapi birokrasi yang berbelit.
  • Politisasi hukum: Penegakan hukum kerap digunakan sebagai alat untuk mengamankan kepentingan kekuasaan, bukan sebagai jalan mencapai keadilan.

Ketika Hukum Menjadi Alat Kekuasaan, Bukan Nilai Keadilan

Dalam banyak kasus, hukum dipakai untuk mengontrol, bukan melindungi. Hukum yang kehilangan nilai kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial menjelma menjadi alat represi. Inilah saat hukum kehilangan jiwanya sebagai bagian dari cita-cita luhur bangsa. Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, hukum seharusnya tidak kaku dalam teks, tetapi hidup di tengah masyarakathukum yang progresif, yang mencari keadilan dan keberpihakan pada yang lemah.

Menemukan Kembali Jiwa Pancasila dalam Hukum

Solusi dari krisis ini adalah penguatan kembali nilai-nilai Pancasila dalam seluruh sistem hukum Indonesia:

  • Reorientasi pendidikan hukum: Kampus hukum harus mengajarkan nilai kemanusiaan, bukan sekadar pasal-pasal.
  • Reformasi kelembagaan hukum: Polisi, jaksa, hakim, dan advokat harus tunduk pada etika Pancasila.
  • Kontrol sosial masyarakat: Warga berhak dan wajib mengkritisi hukum yang tidak adil.
  • Kepemimpinan hukum yang berintegritas dan berpihak pada keadilan substansial.

Penutup

Ketika hukum kehilangan nilai-nilai Pancasila, maka ia telah kehilangan akar dan arah. Ketidakadilan yang terjadi hari ini bukan karena hukum tidak ada, tetapi karena hukum tidak ditegakkan sesuai nilai-nilai yang menjadi dasar bangsa ini berdiri. Maka, tugas kita bersama adalah mengembalikan jiwa hukum pada rumahnya: Pancasila.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepastian Hukum: Pilar Stabilitas dalam Negara Hukum

Dekolonisasi Hukum Indonesia: Mengapa Kita Masih Terjebak dalam Warisan Kolonial?

Ketika Hukum Dibajak Kepentingan: Menelusuri Jejak Intervensi Politik dalam Penegakan Hukum