Fungsi Strategis Penyelidikan dalam Sistem Hukum: Menjawab Tantangan Penegakan Hukum di Indonesia

Oleh: Ahmad Basri
Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang


Pendahuluan

Penyelidikan merupakan fase awal dalam proses penegakan hukum pidana yang memiliki fungsi strategis dalam menentukan arah dan validitas proses hukum berikutnya. Dalam konteks sistem hukum Indonesia, penyelidikan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya Pasal 1 angka 5, yang menyebutkan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

Namun dalam praktiknya, fungsi strategis ini sering kali tidak berjalan optimal akibat sejumlah persoalan, mulai dari minimnya profesionalisme aparat, hingga campur tangan kepentingan kekuasaan. Oleh karena itu, kajian atas fungsi penyelidikan perlu ditinjau kembali, bukan hanya dari aspek normatif, tapi juga dari realitas sosiologis dan politik hukum yang berkembang.

Fungsi Strategis Penyelidikan

Penyelidikan berfungsi sebagai gerbang awal penegakan hukum. Kesalahan pada tahap ini akan berdampak langsung terhadap kualitas penyidikan, penuntutan, hingga putusan pengadilan. Menurut M. Yahya Harahap (2005), penyelidikan berperan untuk memastikan bahwa peristiwa yang terjadi benar-benar layak untuk ditindaklanjuti melalui proses hukum. Jika fungsi ini dijalankan dengan tepat, penyelidikan dapat mencegah kriminalisasi dan penyalahgunaan wewenang.

Penyelidikan juga berfungsi sebagai filter terhadap informasi-informasi yang diterima aparat penegak hukum. Dalam era digital dan media sosial saat ini, aparat kerap dibanjiri laporan atau informasi viral yang belum tentu akurat. Tanpa penyelidikan yang mendalam dan objektif, proses hukum rentan diarahkan oleh opini publik semata.

Fenomena Terkini: Antara Hukum dan Kepentingan

Fenomena yang terjadi belakangan ini menunjukkan bahwa penyelidikan kerap dijadikan alat pembenar untuk kepentingan tertentu. Misalnya, dalam kasus yang melibatkan tokoh-tokoh politik atau aktivis, penyelidikan sering dijalankan dengan cepat dan masif, sementara kasus serupa yang melibatkan pihak yang dekat dengan kekuasaan terkesan lambat bahkan mandek.

Seperti diungkapkan oleh Satjipto Rahardjo, hukum tidak boleh menjadi alat kekuasaan semata, melainkan harus mencerminkan nilai keadilan dan kemanusiaan. Jika penyelidikan dilakukan hanya untuk mencari kesalahan tanpa asas praduga tak bersalah, maka aparat telah menyimpang dari nilai-nilai dasar hukum.

Penyelidikan dalam Sistem Hukum sebagai Sistem Terbuka

Dalam teori sistem hukum sebagai sistem terbuka (Niklas Luhmann), penyelidikan tidak bisa dilepaskan dari pengaruh lingkungan sosial dan politik. Maka, profesionalisme dan integritas penyelidik menjadi sangat penting untuk menjaga objektivitas hukum. Selain itu, partisipasi publik dan transparansi prosedural menjadi elemen penting agar penyelidikan tidak menjadi ruang gelap yang rawan disalahgunakan.

Tantangan dan Solusi

Beberapa tantangan dalam pelaksanaan penyelidikan di Indonesia antara lain:

  1. Kurangnya transparansi: Publik sering tidak mengetahui bagaimana dan atas dasar apa suatu penyelidikan dimulai.
  2. Minimnya kontrol internal dan eksternal terhadap proses penyelidikan, sehingga rentan terhadap penyimpangan.
  3. Ketimpangan dalam perlakuan hukum terhadap kasus yang sama, tergantung siapa subjek hukumnya.

Solusinya antara lain:

  • Membangun sistem pengawasan independen terhadap proses penyelidikan.
  • Pelatihan etika dan profesionalisme bagi penyelidik dan aparat penegak hukum.
  • Mendorong reformasi KUHAP agar terdapat batasan waktu dan syarat prosedural yang jelas terhadap proses penyelidikan.

Penutup

Penyelidikan bukan hanya soal teknis hukum, tetapi tentang bagaimana hukum dimaknai dan dijalankan. Fungsi strategis penyelidikan harus diarahkan untuk menegakkan keadilan substantif, bukan sekadar formalitas prosedural. Dalam negara hukum yang demokratis, penyelidikan harus dijalankan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, keadilan, dan kepastian hukum. Seperti dikatakan oleh Gustav Radbruch, hukum yang adil adalah hukum yang tidak hanya sah secara formal, tetapi juga bermakna secara moral dan sosial.

Daftar Pustaka

  • Harahap, M. Yahya. (2005). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.
  • Rahardjo, Satjipto. (2009). Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan Rakyat. Jakarta: Kompas.
  • Luhmann, Niklas. (2004). Law as a Social System. Oxford University Press.
  • Radbruch, Gustav. (1946). Statutory Lawlessness and Supra-Statutory Law, in Oxford 

    Journal of Legal Studies.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kepastian Hukum: Pilar Stabilitas dalam Negara Hukum

Dekolonisasi Hukum Indonesia: Mengapa Kita Masih Terjebak dalam Warisan Kolonial?

Ketika Hukum Dibajak Kepentingan: Menelusuri Jejak Intervensi Politik dalam Penegakan Hukum