Adanya Keseimbangan antara Kekuasaan dan Tanggung Jawab: Bukti Ketaatan Penguasa pada Hukum
Pendahuluan
Dalam sistem negara hukum (rechtsstaat), kekuasaan tidak dapat dijalankan secara absolut tanpa pengawasan dan pertanggungjawaban. Keseimbangan antara kekuasaan dan tanggung jawab merupakan indikator utama bahwa para penguasa tunduk kepada hukum, bukan berdiri di atas hukum. Hukum bukan hanya mengikat rakyat, tetapi juga, bahkan terutama, mengikat para pemegang kekuasaan.
Seperti dikatakan Lord Acton, "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely." Maka dari itu, hukum hadir sebagai kendali dan pembatas kekuasaan agar tetap berada dalam koridor keadilan dan kemanusiaan.
Kekuasaan yang Tidak Dibatasi Hukum Menjadi Tirani
Ketika kekuasaan tidak diimbangi oleh tanggung jawab hukum dan moral, maka hukum kehilangan peran sebagai pelindung hak-hak warga negara. Dalam sejarah, kekuasaan yang lepas dari hukum telah menjadi sumber penderitaan rakyat.
Montesquieu dalam bukunya De l'Esprit des Lois (The Spirit of Laws) menekankan pentingnya pemisahan kekuasaan (eksekutif, legislatif, yudikatif) agar kekuasaan saling mengontrol dan tidak mendominasi. Tanpa mekanisme ini, negara cenderung berubah menjadi otoriter atau bahkan totaliter.
Tanggung Jawab sebagai Cermin Etika Kekuasaan
Menurut Hans Kelsen, hukum adalah norma yang mengatur perilaku dan kewajiban hukum setiap orang, termasuk penguasa. Tanggung jawab berarti adanya pertanggungjawaban secara hukum, politik, dan etika atas penggunaan kewenangan. Penguasa yang taat hukum tidak akan menyalahgunakan wewenangnya karena menyadari adanya pengawasan dan konsekuensi atas pelanggaran.
Al-Mawardi, cendekiawan Islam klasik, dalam Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah, menyatakan bahwa pemimpin harus memegang kekuasaan dengan rasa takut kepada Allah dan keadilan kepada rakyat, sebab kekuasaan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban.
Ketaatan pada Hukum sebagai Legitimasi Kekuasaan
Ketaatan penguasa kepada hukum menunjukkan bahwa hukum menjadi panglima tertinggi dalam pengelolaan negara. Dalam konstitusi Indonesia, Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan:
“Negara Indonesia adalah negara hukum.”
Dengan demikian, semua tindakan kekuasaan harus tunduk pada prinsip-prinsip hukum, terutama hukum dasar (konstitusi). Jika tidak, kekuasaan kehilangan legitimasi moral dan konstitusional di hadapan rakyat.
Praktik Ketidakseimbangan Kekuasaan di Lapangan
Sayangnya, dalam praktik, tidak jarang penguasa atau pejabat publik merasa berada di atas hukum. Beberapa contoh:
- Pengabaian prosedur hukum oleh pejabat dalam proyek negara,
- Penggunaan aparat hukum untuk melindungi kepentingan politik,
- Tidak adanya pertanggungjawaban terhadap kebijakan yang merugikan publik.
Hal ini berbahaya karena menciptakan ketimpangan antara yang memerintah dan yang diperintah, serta mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
Keseimbangan Kekuasaan dan Tanggung Jawab dalam Perspektif Agama
Dalam Islam, konsep amanah dan hisab (pertanggungjawaban di akhirat) menjadi pengingat bahwa kekuasaan bukanlah hak istimewa, melainkan beban yang harus dijalankan sesuai hukum Allah dan kemaslahatan umat.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari-Muslim)
Penutup
Keseimbangan antara kekuasaan dan tanggung jawab adalah esensi dari negara hukum. Ketaatan penguasa kepada hukum tidak hanya mencerminkan kematangan demokrasi, tetapi juga menjadi fondasi dari kepercayaan rakyat terhadap negara. Sebaliknya, ketika kekuasaan berjalan tanpa kendali dan tanpa tanggung jawab, maka hukum kehilangan makna, dan rakyat kehilangan harapan.
Mewujudkan negara yang adil hanya mungkin jika hukum benar-benar menjadi pengatur tertinggi, dan kekuasaan dipahami sebagai amanah, bukan privilese.
Referensi
- Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. Harvard University Press, 1945.
- Montesquieu. The Spirit of Laws, 1748.
- Lord Acton. Essays on Freedom and Power, 1949.
- Al-Mawardi. Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah, Dar Al-Kitab Al-‘Arabi.
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Hadits Shahih Bukhari dan Muslim.
Komentar